Kata Pengantar
Puji syukur penulis hatuan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segalah rahmatnya, penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis ini dengan segalah usaha yang ditempuh. Terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Sistem Sosial Budaya Masyarakat Indonesia, yang mulia Bapak Kellen Kornelius S.Pd, M.Pd, yang telah memberikan ide – ide yang cemerlang kepada penulis untuk selalu berkarya, yaitu berupa paper ”ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ADONARA-LAMAHOLOT” dimana penulis mengangkat sebuah tradisi adat perkawinan yang khas dimana penulis berasal yaitu disuatu pulau kecil ujung timur pulau flores yaitu P.Adonara.
Dan dalam Makalah ini, penulis sangat menyadari masih banyak sekali kekurangan yang ada dalam paper ini karena keterbatasan informasi. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan dari para pembaca untuk membangun suatu karya ini agar jauh lebih baik lagi.
Harapan penulis, dengan adanya karya tulis dihadapan para pembaca ini bisa menjadi bahan referensi bagi masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat/mahasiswa Lamaholot yang ada di tanah jawa bisa dijadikan bahan bacaan untuk lebih memahami arti adat dari suatu perkawinan dikalangan masyarakat lamaholot.
Selamat membaca...............
Malang 10 nopvember 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Kabupaten Flores Timur yang meliputi flores daratan (daerah ujung timur pulau flores), dan tiga buah pulau yakni pulau adonara, pulau solor dan pulau lembata/Lomblen, tetapi pulau lembata memisahkan diri menjadi kabupaten baru. Masyarakat kabupaten flores timur dan masyarakat yang berada di pantai utara pulau lembata merupakan satu rumpun yang biasa lasim disebut masyarakat lamaholot. Karena masyarakat yang baik berada di daratan ujung timur pulau flores, pulau adonara, pulau solor dan penduduk yang berada di pantai utara pulau lembata menggunakan bahasa yang sama yang disebut bahasa lamaholot, letak perbedaannya adalah masing-masing pulau mempunyai dialek yang khas.
Salah satu sistem budaya yang sangat khas dari masyarakat Lamaholot adalah sistem perkawinan (patrilineal) Dimana mas kawin(belis/bahasa lamaholot disebut Welin) seorang wanita dinyatakan dalam bentuk gading gajah (dalam bahasa lamaholot = Bala). Adat istiadat ini dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan masih dilaksanakan sampai sekarang. Belis seorang gadis (kebarek = bahasa lamaholot) untuk kaum bangsawan (Ata Kebel’en = bahasa lamaholot) biasanya lima gading dan untuk masyarakat biasa 3 gading (Bala).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah praktek kehidupan sosial budaya masyarakat lamaholot dalam tradisi adat
C. Tujuan
Bagaimanakah praktek kehidupan sosial budaya masyarakat lamaholot dalam tradisi adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Adonara-lamaholot?]
Tujuan
Untuk mempelajari dan memahami sistem perkawinan yang diterapkan dan dilaksanakan pada masyarakat lamaholot khususnya masyarakat yang ada di pulau adonara.
BAB. II
PEMBAHASAN
SISTEM PERKAWINAN
(KHUSUSNYA MASYARAKAT ADONARA-LAMAHOLOT)
A. PERKAWINAN
Suatu proses peralihan yang terpenting dalam kehidupan seluruh umat manusia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga yaitu ditandai dengan suatu perkawinan. Dipandang dari sudut pandang kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan sexnya, dimana kelakuan-kelakuan sexnya yang utama adalah persetubuhan. Dengan suatu perkawinan dapat menyebabkan seorang laki-laki dalam pengertian masyarakat tidak boleh bersetubuh dengan sembarang wanita lain melainkan dengan satu atau beberapa wanita tertentu dalam masyarakatnya. Perkawinan juga mempunyai beberapa fungsi lain dalam kehidupan kebudayaan dan masyarakat manusia. Pertama-tama perkawinan juga memberikan ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan kepada hasil persetubuhan, ialah anak-anak, kemudian perkawinan juga memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, akan gengsi dan naik kelas masyarakat, sedangkan pemeliharaan hubungan baik antara kelompok-kelompok kerabat yang tertentu juga merupakan alasan dari perkawinan. Sungguhpun demikian, lepas dari apapun juga, maksud dan alasan dari perkawinan, perbuatan sex selalu termaktub didalamnya.
Pengertian perkawinan juga menunjukan bahwa perkawinan merupakan bentuk kontrak sosial antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Kontrak sosial tersebut juga bisa disyahkan oleh kebiasaan/adat, oleh agama, oleh negara atau ketiga-tiganya. Pada masyarakat modern indonesia, perkawinan banyak dipengaruhi oleh tradisi, agama dan modern (negara).
B. BENTUK-BENTUK PERKAWINAN
Semua masyarakat didunia mempunyai larangan-larangan terhadap pemilihan jodoh bagi anggota-anggotanya. Sebagai proses sosial, perkawinan pada masyarakat yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda-beda. Pada masyarakat tertentu ada yang melarang perkawinan dengan pasangan dari daerah/marga/suku yang sama. Pada masyarakat lainnya justru mengharuskan. Ada masyarakat yang melarang perkawinan dengan lebih dari satu pasangan. Masyarakat lainnya justru membolehkan perkawinan dengan pasangan lebih dari satu pasangan. Pada akhirnya, terdapat pembatasan-pembatasan dalam hal perkawinan. Pembatasan bisa meliputi aspek asal pasangan, jumlah pasangan, jumlah pasangan untuk perkawinan yang kesekian kalinya. Diluar pembatasan perkawinan, juga dikenal pantangan perkawinan. Perkawinan yang dilarang, secara universal perkawinan tersebut diistilahkan sumbang/incest.
Ada beberapa bentuk perkawinan yang dapat dijumpai dalam masyarakat diantaranya, endogami, eksogami, monogami, poligami, levirat, sororat, perkawinan berturut, perkawinan kelompok.
v Endogami, perkawinan yang harus dilakukan dengan memilih pasangan hidupnya berasal dari desa/marga/kasta/keluarganya sendiri. Perkawinan seperti ini kemudian melahirkan istilah endogami desa, endogami marga, endogami kasta atau endogami keluarga inti, dan sebagainya. Pada masyarakat Lamaholot khususnya masyarakat adonara tidak diperbolehkan melakukan endogami terutama endogami antar marga ataupun keluarga inti sampai pada generasi seterusnya yang menikah dalam satu klen.
v Eksogami, mengharuskan orang untuk kawin dengan pasangannya diluar batas sosial tertentu. Bentuk perkawinan ini juga melahirkan konsep eksogami desa, eksogami keluarga, eksogami kasta dan eksogami keluarga inti. Dalam masyarakat adonara, perkawinan jenis ini bisa saja terjadi dalam desa sendiri asalkan diluar marga ataupun klen. Menurut pandangan saya, bila seseoang memilih pasangan hidupnya baik antar marga, antar desa, antar kasta (bangsawan = Ata kebel’en) akan menambah hubungan yang erat dan memperbanyak famili, yang biasa tampak pada acara kematian, acara perkawinan ataupun melakukan acara adat lainnya, semua saudara yang mempunyai hubungan famili baik dari pihak keluarga laki-laki maupun pihak perempuan, berdatangan dan bersama-sama melaksanakan suatu acara adat. Dalam hubungan famili ini, sesuatu yang khas bagi masyarakat adonara adalah dalam masyarakat selalu menjaga hubungan tersebut samapai pada melihat generasi sebelumnya, dimana ada satu hubungan darah yang sama pada nenek moyang mereka berasal. Dari sudut pandang ini, maka dalam melaksanakan acara baik perkawinan, kematian atau acara adat lainnya selalu adanya tanda pemberian baik itu materi maupun nonmateri kepada familinya yang melaksanakan suatu acara adat. Hal inilah yang menandakan betapa kuatnya hubungan kekeluargaan dalam masyarakat lamaholot, khususnya masyarakat adonara, sehingga dalam praktek kehidupan sosial budayanya sangat berat dirasakan.
v Monogami, perkawinan yang dilakukan dengan antara seorang laki-laki/perempuan dengan seorang istri/suami. Pada keluarga inti di adonara lebih bersifat monogami.
v Poligami, perkawinan yang membolehkan pasangannya memiliki lebih dari satu istri/suami. Keluarga poligami memiliki potensi memunculkan masalah perselisihan diantara pasangan. Jenis perkawinan seperti ini khususnya bagi masyarakat adonana sangat dilarang, akan tetapi dalam kenyataan didalam masyarakat masih ditemukan perkawinan jenis poligini akan tetapi tidak terlalu banyak, dan konsekuensi dari jenis perkawinan ini bahwa dalam agama khususnya agama kristen-katolik yang dianut sebagian besar masyarakat lamaholot tidak mendapat berkat dari pastor sebagai pasangan yang sah, karena sudah melanggar hukum gereja. bentuk poligami masih dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu poligini dan poliandri. Poligini merupakan kebiasaan perkawinan dimana seseorang laki-laki memiliki beberapa orang istri. Perkawinan semacam ini seringkali menimbulkan perselisihan diantara para istri. Untuk meminimalisisr perselisihan antar para istri, perkawinan bisa dilakukan dengan poligini soroal. Poligini Soroal adalah perkawinan yang dilakukan dengan perempuan-perempuan yang masih memiliki hubungan persaudaraan. Dengan poligini soroal diharapkan para istri dapat saling menyesuaikan diri dan bisa hidup bersama-sama dalam sebuah rumah tangga. Sedangkan poliandri adalah seorang perempuan memiliki beberapa orang suami.
v Perkawinan Levirat adalah perkawinan dimana seorang janda kawin dengan saudara laki-laki suaminya yang sudah meninggal.
v Perkawinan Soroat, merupakan perkawinan dimana seorang duda kawin dengan saudara perempuan istrinya yang sudah meninggal.
C. SYARAT-SYARAT DALAM SUATU PERKAWINAN
Perkawinan sebagai suatu peristiwa sosial yang luas, tidak hanya melibatkan dua orang yang akan kawin semata. Perkawinan setidaknya melibatkan dua keluarga, orang yang berinisiatif untuk kawin harus memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan oleh budayanya. Syarat-syarat perkawinan meliputi:
1. Mas kawin/bride price
2. Pencurahan tenaga untuk kawin/bride-services
3. Pertukaran gadis/bride-exchange.
Dari ketiga syarat-syarat perkawinan yang tersebut diatas, syarat pertama yaitu mas kawin/bride price yang paling dominant dipraktekan pada masyarakat lamaholot, khususnya masyarakat yang berada di pulau adonara. Oleh sebab itu dalam paper ini saya memaparkan syarat-syarat mas kawin/ belis dan tata cara adat dalam sebuah proses perkawinan yang ada dalam masyarakat adonara.
Mas kawin/bride price adalah merupakan sejumlah harta/materi yang diberikan laki-laki kepada perempuan yang akan dinikahinya dan atau kepada kerabatnya. Mas kawin/bride-price yang dalam bahasa lamaholot disebut Welin, dan welin ini berupa gading gajah yang merupakan suatu syarat mutlak yang harus diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahinya.
Dalam sistem sosial budaya masyarakat lamaholot pada umumnya dan masyarakat Adonara pada khususnya, mempunyai satu corak keistimewaan yaitu sistem perkawinan, dimana belis untuk seorang gadis (Kebarek) itu adalah Gading. Pemberian mas kawin berupa gading gajah di Pulau Adonara sekarang ini masih dipraktikkan secara ketat. Tidak ada perkawinan tanpa gading. Batang gading itu tidak hanya memiliki nilai adat, tetapi juga kekerabatan, harga diri perempuan, dan nilai ekonomis yang tinggi.
Meski perkembangan ilmu dan teknologi informasi terus merembes sampai ke pelosok-pelosok desa di Pulau Adonara, mas kawin berupa gading gajah tidak pernah hilang dari kehidupan mereka. Kehidupan orang Adonara secara keseluruhan berada dalam suasana adat yang kuat, yang mengikat.
“Gading gajah tidak hanya mengikat hubungan perkawinan antara suami-istri, atau antara keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, tetapi seluruh kumpulan masyarakat di suatu wilayah. Perkawinan itu memiliki nilai sakral yang meluas, suci, dan bermartabat yang lebih sosialis” .
Gading gajah merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis yang hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan keramahan yang dimiliki sang gadis. Kesediaan menyerahkan mas kawin gading gajah kepada keluarga wanita pertanda membangun suasana harmonis bagi kehidupan sosial budaya setempat. Pernikahan gadis asal Adonara selalu ditandai dengan pembicaraan mas kawin gading gajah
Di masyarakat Adonara dikenal lebih kurang lima jenis gading (dalam bahasa lamaholot, gading = bala). Namun, jika sang pria menikahi perempuan yang masih berhubungan darah dengannya, maka dia akan kena denda, yakni memberi tambahan dua jenis gading sehingga totalnya menjadi tujuh jenis gading (Ata Kebel’en = kaum bangsawan). Kelima jenis gading itu adalah, pertama, bala belee (gading besar dan panjang) dengan panjang satu depa orang dewasa. Kedua, bala kelikene (setengah depa sampai pergelangan tangan), kewayane (setengah depa sampai siku), ina umene (setengah depa sampai batas bahu), dan opu lake (setengah depa, persis belah dada tengah). Dua jenis gading tambahan yang biasa dijadikan sebagai denda ukurannya ditentukan sesuai dengan kesepakatan.
Satuan yang dipakai untuk menentukan besar atau kecil sebatang gading adalah depa, satu depa orang dewasa (rentangan tangan dari ujung jari tengah tangan kiri ke ujung jari tengah tangan kanan).
Juru bicara keluarga biasanya memiliki keterampilan memahami bahasa adat, tata cara pemberian, ungkapan-ungkapan adat, dan bagaimana membuka dan mengakhiri setiap pembicaraan. Tiap-tiap juru bicara harus mengingatkan keluarga wanita atau pria agar tidak melupakan segala hasil kesepakatan bersama.
Juru bicara pria bersama orangtua calon pengantin pria selanjutnya mendatangi keluarga wanita. Kedatangan pertama itu untuk menyampaikan niat sang pria menikahi gadis pujaannya. Biasanya pasangan yang saling jatuh hati ini masih memiliki hubungan kekerabatan, yang sering disebut anak om atau tanta.
Kedekatan hubungan ini memang direstui dan dikehendaki adat, tetapi sering bertentangan dengan hukum agama. Kalau ada kasus-kasus seperti itu, hal tersebut juga dibahas pada saat koda pake, pembahasan resmi mengenai adat perkawinan antara keluarga besar calon pengantin pria dan keluarga besar calon pengantin wanita.
Oleh karena itu, kedua pihak juga perlu menentukan waktu pertemuan bersama calon pengantin masing-masing, menanyakan kebenaran dan keseriusan kedua calon pengantin membangun rumah tangga baru. Jika ada pengakuan terbuka di hadapan kedua pihak orangtua, pertemuan akan dilanjutkan ke tingkat keluarga besar dan akhirnya memasuki tahap pembicaraan adat sesungguhnya, koda pake. Pada Koda Pake itulah disepakati jumlah gading yang dijadikan mas kawin, besar dan panjang gading, serta kapan gading mulai diserahkan.
Penyerahan gading berlangsung pada tahap Pai Napa. Pada acara ini pihak pria menyerahkan mas kawin berupa gading gajah disertai beberapa babi, kambing, ayam jantan, dan minuman arak. Di sisi lain, pihak wanita menyiapkan anting, gelang dari gading, cincin, rantai mas, serta kain sarung yang berkualitas. Selain itu, perlengkapan dapur, mulai dari alat memasak sampai piring dan sendok makan.
Meski tidak dipatok dalam proses Pai Napa, pemberian dari pihak wanita kepada keluarga pria merupakan suatu kewajiban adat. Perlengkapan dari pihak wanita harus benar-benar disiapkan dan nilainya harus bisa bersaing dengan nilai gading.
Keluarga wanita akan merasa malu dengan sendirinya jika tidak mempersiapkan perlengkapan tersebut, atau nilai dari barang-barang itu tidak seimbang dengan nilai gading, babi, kambing, dan ayam yang disiapkan keluarga pria. Keseimbangan pemberian ini supaya kedua pihak dapat merayakan pesta adat di masing-masing kelompok.
Wanita akan menjadi sasaran kemarahan dan emosi keluarga pria jika pihak keluarga wanita tidak menyiapkan “imbalan” sama sekali. Di sinilah biasanya awal kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi, bahkan tidak jarang berakhir dengan perceraian.
Belakangan ini dikenal satu istilah gere rero lodo rema, atau gere rema lodo rero. Artinya, gading gajah hanya dibawa siang atau malam hari ke rumah pihak keluarga wanita, dan pada malam atau siang hari dibawa pulang ke pemiliknya. Kehadiran gading itu hanya sebagai simbol, memenuhi tuntutan adat. Pihak wanita tidak harus memiliki gading tersebut. Peristiwa seperti ini sering terjadi kalau sang pria yang menikah dengan gadis Lamaholot adalah orang dari luar lingkungan budaya Lamaholot, seperti Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Bali.
D. ADAT MENETAP SETELAH MENIKAHPasangan suami istri yang baru menikah dihadapkan persoalan baru yang berhubungan dengan dimana mereka menetap/bertempat tinggal (residence patterns). Secara universal bentuk-bentuk adat menetap setelah menikah bagi kalangan masyarakat lamaholot (khususnya orang adonara)menganut pola patrilokal/virilokal dimana tempat tinggal pasangan suami istri yang baru menikah hidup ditempat yang termasuk daerah keluarga/kerabat ayah suami. Asumsi dasarnya adalah bahwa masyarakat lamaholot lebih didominasi kaum laki-laki/suami dalam mencari kehidupan,dan laki-laki adalah pemegang dan tanggung jawab atas adat yang turunkan secara turun temurun dari nenek moyang. dan menurut pandangan masyarakat setempat bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar dalam konteks kehidupan masyarakat, misalnya, bagi masyarakat adonara laki-laki identik dengan seorang yang perkasa dimana dijaman dahulu masyarakat adonara merupakan suatu pulau yang penuh konflik/perang antar suku, desa, atau wilayah.
Oleh karena itu pasangan suami istri yang telah menikah, bagi masyarakat lamaholot yang mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilokal) mengikuti adat virilokal yang mendiami uma lango (rumah suami) dalam mengikuti semua adat yang ada dipihak suami. Dan dalam hal pemberian nama pada keturunannya, walaupun tidak semua tetapi lebih didominasi pada pihak suami yang memakai nama moyangnya pada anak-anaknya.
BAB. I
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Suatu proses peralihan yang terpenting dalam kehidupan seluruh umat manusia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga yaitu ditandai dengan suatu perkawinan .
2. Ada beberapa bentuk perkawinan yang dapat dijumpai dalam masyarakat diantaranya, endogami, eksogami, monogami, poligami, levirat, sororat, perkawinan berturut, perkawinan -kelompok
3. Mas kawin/bride price adalah merupakan sejumlah harta/materi yang diberikan laki-laki kepada perempuan yang akan dinikahinya dan atau kepada kerabatnya. Mas kawin/bride-price yang dalam bahasa lamaholot disebut Welin, dan welin ini berupa gading gajah yang merupakan suatu syarat mutlak yang harus diberikan pihak lakilaki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahinyak
4. Meski perkembangan ilmu dan teknologi informasi terus merembes sampai ke pelosok-pelosok desa di Pulau Adonara, mas kawin berupa gading gajah tidak pernah hilang dari kehidupan mereka. Kehidupan orang Adonara secara keseluruhan berada dalam suasana adat yang kuat, yang mengikat.
5. Gading gajah merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis yang hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan keramahan yang dimiliki sang gadis .
6. Pasangan suami istri yang telah menikah, bagi masyarakat lamaholot yang mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilokal) mengikuti adat virilokal yang mendiami uma lango (rumah suami) dalam mengikuti semua adat yang ada dipihak suami.
Sumber-sumber Acuan :
- POKOK-POKOK ANTROPOLOGI SOSIAL, Koentjaraningrat.
TENTANG PENULIS
Alexander Masan Libu, Kelahiran Ritawolo,Adonara Barar,Flotim, 30 Mei 1983, dan menyelasaikan di SDK Leter tahun 1998, SLTP Swasta Lembah Seburi tahun 2001 dan SMUK Frateran Podor Larantuka, selesai pada tahun 2004 dengan predikat lulusan terbaik program jurusan IPS-kabupaten Flores Timur, mulai jenjang pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas saya habiskan waktu dikampung halamanku yakni di tanah Adonara Kabupaten flores timur NTT. Pada Tahun 2004-2006 sempat mengikuti kuliah di SIKES Respati Yogjakarta Jurusan Keperawatan tidak selesai. Dan sekarang melanang buana ke pulau jawa dan dengan satu tujuan bahwa mau mengenyam pendidikan saya yang sempat tertunda. Puji Tuhan sekarang saya sedang belajar pada suatu perguruan tinggi di IKIP BUDI UTOMO Malang pada Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial dan Humaniora (FPISH) jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pengalaman organisasi sekarang lagi aktif pada Paguyuban Nusa Tadon Adonara (PANUSA)Malang.
(SEMAKIN CEPAT ENGKAU BERIKAN, SEMAKIN BANYAK YANG KU KETAHUI)